Bahaya memberi label buruk pada anak (catatan 15-05-2014)

Menjadi guru prifat merupakan salah satu kiat saya untuk dapat tambahan uang saku, sebulansaya bisa sampai 400 sampai 700 ribu saya kantongi hanya bermodal si honda karisma(tungganganku), polpen, dan otak untuk berfikirdan meramu komunikasi denan murid. Belakangan saya heran dengan diri sendiri bahwa, dari tingkat Paud sampai SMA pernah saya ajar prifat. Ini bukan prestasi namun kepepet sepertinya, akhirnya saya tahu betul karakter setiap anak dalam belajar.
Nah belkangan saya disuruhngajari anak TK yang mau naik kelas 1  SD, menurut mamamnya dia itu masih sangat kurang dalam kalistung (bukan nama orang lo ya), setelah saya ajar ternyata anaknya cukup pintar, lalu dari mana ibunya dapat info seperti itu. Pertanyaan yang bagus namun sayangnya  saya juga tidak tahu.
Langsung saja keintinya, ternyata si anak pandai sekali membaca dan berhitung. Untuk menulilis anakini juga cukup bisa namun memenag saat saya dekte anakini memeng mengalami sedikit kesulitan sementara untuk menirukan tulisan, dia enjoy saja sepeetinya. Dari situ saya simpulkan bahwasanya anak ini salah satu jenis anak yan menganalkan visual alias penglihatan sementara untuk audio anak ini lemah (saya tidak mengatakan anak ini ada masalah dalam pendengaranya loya).
Setiap orang tua memang tidak selalu dibekali tentang pengetahuan yang baik tentang pendidikan anak sehingga mereka langsung men-Justivikasi anaknya dengan A atau B atau Z, hal ini tentu tidak baik untuk psikologi anak.
Beda dengan ibu saya, ibu saya tidak pernah men-Justivikasi aku dan saudara kandungku dengna lebel ini ataupun itu, tau gak kenapa?
karena ibuku membiarkan saja kami jadi apapun yang kami suka tanpa menjelekan atau melabeli kami dengan A atau B atau Z.